Begitu pula di tingkat kota/kabupaten dengan sebutan Pimda (Pipinan Daerah), bukan PD. Keberadaan Tapak Suci di tingkat ini diberi nomor oleh PP Tapak Suci sesuai nomor urut pendiriannya. Sebagai contoh, Tapak Suci Kota Padang adalah 044, maka nomenklatur kepengurusannya adalah Pimda 044 Tapak Suci Putera Muhamadiyah Kota Padang.
Hal itu berlaku untuk seluruh kota/kabupaten, seperti Pimda 014 Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kota Pekalongan, begitu pula dengan sebutan Pimda 027 Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kota Malang. Dan di daerah lainnya persis sama dengan itu, mengikut aturan penomoran dalam nomenklatur resminya.
Penyebutan tersebut, tentu berdampak pada pemahaman di masing-masing daerah dalam kaitannya dengan pimpinan Muhammadiyah yang siap berkomunikasi. Bila masih ada pimpinan Muhammadiyah yang menyebutkan dalam undangan, kepada PD atau PW Tapak Suci, maka dipastikan kepedulian terhadap ortom satu ini sudah mulai luntur.
Mungkin ada pimpinan persyarikatan yang berdalih bahwa yang menuliskan surat adalah petugas administrasi yang digaji di kantor-kantor Muhamamdiyah. Maka ini akan lebih dalam ‘jatuh’nya. Kalau orang yang digaji tidak paham seluk-beluk rumahtangga Muhammadiyah, apa gunanya dipakai dan diberi uang bulanan? Masih banyak kader-kader yang militan dan tahu seluk-beluk tanpa harus bertanya.
Ketiga, pimpinan Tapak Suci di tiap jenjang tidak mengikuti perkaderan Muhammadiyah. Hal ini tentu saja berefek pada jauhnya ‘rasa’ yang dibangun olehnya terhadap Muhammadiyah. Kita masih sering mendengar, di daerah anu, Tapak Suci dipimpin oleh tokoh yang dianggap dapat membesarkan perguruan beladiri ini. Sementara di sisi lain, tokoh tersebut bukanlah kader Muhammadiyah. Ini akan berdampak pada renggangnya hubungan dengan persyarikatan, pasti.
Lalu harus bagaimana selanjutnya? Apakah pertanyaan tentang status Tapak Suci sebagai anak kandung atau anak tiri akan terus saja mewarnai pemikiran warga Muhamamdiyah? Bila memang anak kandung, mari jelaskan statusnya melalui sebutan, kegiatan, perkaderan, serta aktivitas persyarikatan. Bila hanya anak tiri, yang notabene tidak terlalu diindahkan, maka jangan kecewa bila suatu ketika Tapak Suci tidak mengakui Muhammadiyah sebagai ayahnya, atau malah akan mengambil orang lain menjadi naungannya. (*)
Penulis: Nova Indra (Kader Utama – Sabuk Biru Melati Merah Empat di Tapak Suci)