PWMSUMBAR.OR.ID – Keberadaan Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM) adalah sama-sama sebagai organisasi otonom (ortom) dalam Persyarikatan Muhammadiyah, setara dengan ortom lainnya. Namun dalam kenyataannya, seolah berjarak dan terpisah cukup jauh.
Bila ditilik lebih jeli, sejak lahir pada 31 Juli 1963; yang artinya hingga kini genap berusia 60 tahun, Tapak Suci tetap berkinerja sebagai ortom Muhammadiyah yang selalu mengedepankan nilai-nilai yang terkandung dalam matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah.
Ikrar Tapak Suci poin lima, menyatakan, ‘Patuh dan Taat pada peraturan-peraturan serta percaya kepada kebijaksanaan pimpinan,’ hal itu menyiratkan bahwa seluruh Anggota Tapak Suci dan siswanya, akan tunduk dan menjunjung tinggi setiap kebijakan persyarikatan tempat perguruan seni beladiri ini bernaung.
Lalu benarkah ada jarak dan jurang pemisah seperti dikemukakan di atas? Apakah itu benar-benar terjadi dan berdampak pada eksistensinya sebagai ortom, dan siapa yang membuatnya demikian? Mari kita bahas pelan-pelan.
Kebersamaan dalam menjalankan tujuan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, adalah keharusan yang melekat dalam setiap tubuh ortom yang ada, termasuk Tapak Suci yang dikenal sebagai salah satu organisasi beladiri yang malang-melintang hingga ke tanah Eropa, Amerika dan seluruh negara-negara yang ada di dunia.
Tapak Suci bukanlah organisasi beladiri berskala kecil yang dapat dipandang remeh. Keberadaan Tapak SUci, bahkan menjadi rebutan di berbagai kalangan. Selain dikenal sebagai organisasi beladiri yang kerap melahirkan pesilat-pesilat handal hingga tingkat dunia, Tapak Suci juga dipercaya sebagai perguruan pencak silat yang tidak saja mengedepankan keterampilan mengolah ragawi, namun juga membina akhlak dan perilaku anak didiknya (di Tapak Suci, peserta latihan disebut Siswa).
Pada pembinaan-pembinaan dan perkaderan yang ada di tubuh Tapak Suci, apalagi berkaitan dengan ketingkatan (tingkatan-tingkatan sabuk) siswa hingga anggota (anggota adalah sebutan untuk pemegang sabuk biru dan hitam), selalu ditentukan dengan berbagai standar yang diselaraskan dengan kekaderan dalam Muhammadiyah.
Memang benar, nuansa bermuhammadiyah tidak melulu terasa dalam tubuh Tapak Suci. Hal itu disebabkan ortom satu ini bergerak di bidang olahragawi, dan dalam latihan-latihannya lebih 80 persen waktu terpakai untuk mengolah keterampilan bersilat. Para pelatih Tapak Suci yang terdiri dari para Kader, menggunakan sisa waktu untuk berdiskusi dan membina akhlak serta pendalaman keilmuan. Namun bukan berarti penguasaan kemuhammadiyahan menjadi dangkal dan tidak berisi.
Baca halaman berikut!