Perjanjian Lama Keluaran 23:8 “Suap Janganlah kau terima, Sebab Suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikan perkara orang-orang benar”. Halal movement di Indonesia saat ini, bukan menjadi gerakan identitas, lebih dari itu adalah menghasilkan Pemilu atau Pilkada yang bermartabat dan demokratis untuk kemajuan Indonesia.
Adanya politik uang dalam pemilu/pilkada, memiliki dampak dan akibat yang kompleks serta beragam. Pertama, berpotensi besar merusak mental masyarakat. Kerusakan mental ini dibuktikan dari rusaknya paradigma bangsa. Politik uang mengajarkan sebuah sistem yang tidak baik, di mana ada proses jual beli suara pemilih menggunakan uang/materi lainnya. Bahwa kemenangan politik dapat diraih menggunakan uang/materi yang mengesampingkan kualitas, kapasitas dan kapabilitas calon atau peserta pemilu/pilkada.
Kedua, menghasilkan manajemen pemerintahan yang korup. Pengisian jabatan politik dalam pemerintahan yang lahir dari proses korupsi politik secara langsung, akan berdampak pada pemerintahan yang korup pula. Hal ini disebut dengan investive corruption (korupsi investif), yaitu ketika politisi yang terpilih lebih mengutamakan kepentingan para donatur dengan memberi banyak keistimewaan, dibandingkan kepentingan rakyat.
Ketiga, politik uang mencerminkan sinisme pemilih yang tak mampu berbuat apapun terhadap integritas kandidat, kecuali menjual suara mereka pada harga tertinggi. Dengan kata lain, buruknya proses seleksi kepemimpinan di partai politik menjadi bagian yang tidak mungkin dipisahkan, dari munculnya kepemimpinan politik yang tidak diharapkan, namun prosesnya ini tidak dapat ditolak masyarakat.
Apalagi indeks korupsi dan demokrasi Indonesia semakin menurun. Di antara negara-negara ASEAN, peringkat Indonesia terkorup nomor 5, dan dalam demokrasi sedikit di atas Myanmar dan di bawah Timor Leste. Penyumbang jebloknya indeks demokrasi Indonesia adalah pemilu dan pilkada. Jadi, sangat logis dibuatkan instrumen Pemilu dan Pilkada halal dengan pendekatan beauty contest.
Setidaknya, dengan upaya tersebut, menjaga marwah demokrasi Indonesia dan norma-norma yang bisa tetap langgeng di tengah masyarakat, dapat dilestarikan. (*)
Penulis: Prof. Dr. Masri Mansoer (Guru Besar UIN Jakarta)
Editor: Nova Indra