Hal itu sama juga dengan cabang, yang melebihi target atau program nasional. “Namun pasca pemekaran nagari ini, tentu jumlah ranting kita masih belum mencapai 100 persen di Pasbar. 63 ranting dari 90 nagari yang ada. Dan juga peningkatan persebaran agar merata di kecamatan.”
Dengan demikian, sambungnya, perlu membentuk ranting di nagari baru. Dan ini baru secara kuantitatif. “Kita juga secara bersama-sama perlu terus kembangkan cabang ranting secara kualitatif.”
Adapun pengembangan yang bersifat kualitatif, sebutnya, yaitu menggerakkan cabang ranting yang kurang aktif berkegiatan agar lebih aktif lagi. “Di antara model pengembangan cabang ranting secara kualitatif, sesuai arahan PP dan PWM, bisa melalui kegiatan Baitul Arqam, Gerakan pengajian, pengelolaan Aum, GJDJ, pemberdayaan Masyarakat, pengelolaan masjid dan berbagai model pengembangan lainnya.” jelas Ardinan yang pernah menjadi Ketua LPCR PDM Pasbar itu.
Peserta yang hadir dari berbagai cabang, antusias mengikuti diskusi pada kegiatan tersebut. Meskipun para peserta tergolong sudah senior dan berpengalaman, namun tetap serius meskipun santai.
Ahmad Hanif dari PCM Tamiang menyampaikan, di antara pola pengembangan ranting yang perlu dimasifkan sesuai dengan tantangan dan keadaan saat ini, adalah pengembangan ekonomi.
“Saya melihat pola pengembangan ranting yang perlu kita gerakkan saat ini, adalah pengembangan ekonomi, karena gerakan ekonomi merupakan gerakan yang diminati oleh warga masyarakat saat ini,” ujarnya.
Cabang Tamiang saat ini, sebut Hanif, sedang menggalakkan kegiatan ekonomi, seperti kebun sawit, mini market dan lainnnya.
Sementara peserta lainnya memberikan saran perlunya perhatian terhadap masjid dan mushalla di cabang ranting, “Masjid dan Mushalla Muhammadiyah, perlu kita buat plang merek yang permanen, agar orang tau itu AUM kita. Selama ini, sebagian masjid dan mushalla kita belum memiliki merek permanen, sehingga rawan berpotensi diambil pihak lainnya,” ujar Yulman dari PCM Talamau.
Sementara itu Sulpandri dari PCM Sungai Aur menyampaikan, perlu kearifan dalam mengembankan ranting di nagari, bahkan jorong yang belum mengetahui dengan Muhammadiyah. Perlu kerjasama harmonis dengan pengurus kampung, baik tokoh adat maupun lainnnya, pendekatan persuasif, agar tujuan mulia dari persyarikatan ini, dapat dipahami oleh semua elemen masyrakat,” ujarnya.
Dari sekian banyak peserta Baitul Arqam, hampir semuanya merasakan hal yang sama. Mereka sepakat perlunya pengembangan cabang ranting di Nagari Baru, sekaligus pengembangan bersifat kualitatif di cabang ranting secara umum. (AN)