Oleh: Yosmeri Yusuf (Wakil Ketua PWM Sumbar)
2025 adalah tahun yang sangat strategis bagi Muhammadiyah Sumatera Barat (Sumbar). Sebab, di tahun selepas Pilpres 2024 itu, ormas Islam terbesar di Sumbar ini genap berusia 100 tahun atau satu abad.
Paham persyarikatan yang didirikan oleh KH Achmad Dahlan tahun 1912 ini dibawa oleh Sutan Mansur dan Haji Rasul ke Ranah Minang 29 Mei 1925. Dia melahirkan cabang di Nagari Sungai Batang Maninjau, Kabupaten Agam yang tercatat menjadi cabang pertama di luar pulau Jawa. Dan, dari sinilah paham Muhammadiyah menyebar ke seluruh pelosok Minangkabau, meski sebenarnya beberapa tahun sebelumnya sudah aktivitas persyarikatan di Sumbar ini.
Tentu di umur yang tak muda lagi, Pimpinan Muhammadiyah di Sumbar; wilayah, daerah, cabang hingga ranting, harus melakukan perenungan yang mendalam. Sudah sejauh mana kontribusi dan manfaat organisasi ini kepada masyarakat dan sebagainya.
Mungkin, sudah banyak aktivitas keagamaan, sosial, pendidikan, kesehatan, kebencanaan serta banyak hal yang telah dilakukan persyarikatan ini sebagai wujud dari cita-cita KH Achmad Dahlan. Akan tetapi, jangan sampai hal itu menjadikan pimpinan persyarikatan berpuas diri.
Kalau dilihat secara objektif, secara kuantitas memang banyak amal-amal usaha yang didirikan Muhammadiyah di Sumbar. Tapi bagaimana dengan kualitasnya? Penulis yang diamanahkan periode ini sebagai salah seorang Pimpinan Wilayah, rasanya masih merasakan jauh dari harapan. Apalagi kalau dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di negeri ini. Kalah jauh.
Ada pameo “Muhammadiyah lahir di Yogya berkembang besar di Sumatera Barat”. Pameo ini rasanya bukanlah hal yang mengada-ada. Realitanya, sudah 2 orang putra Minang pernah dipercaya memimpin Muhammadiyah di Indonesia; Buya AR Sutan Mansyur dan Buya Syafii Maarif.
Minang juga melahirkan tokoh bangsa dari kalangan Muhammadiyah. Sebut saja Buya HAMKA, Buya Lukman Harun, Buya Yunahar Ilyas dan yang masih aktif saat ini, seperti Buya Anwar Abbas.
Jika ditilik lebih dalam, hampir di seluruh wilayah Muhammadiyah di Tanah Air ini penggeraknya adalah orang Minang. Maka, di setiap ajang persyarikatan tingkat nasional selalu kita bertemu orang Minang yang menjadi pimpinan di wilayah lain.
Rasanya, dengan kemajuan zaman dengan teknologi dan digitalisasi, Muhammadiyah yang terkenal dengan gerakan tadjidnya atau gerakan pembaruaan sudah saatnya bangkit di Ranah Bundo ini. Kebangkitan itu tentu dengan melakukan percepatan-percepatan dan lompatan di segala bidang yang selalu disampaikan oleh Ketua PWM Sumbar, Dr Bakhtiar. Jika itu terwujud, maka Muhammadiyah Sumbar dapat mensejajarkan diri atau bahkan melampaui wilayah-wilayah lain di negeri ini.
Apakah Muhammadiyah Sumatera Barat terlambat? tidak ada kata terlambat dalam dunia pergerakan. Optimis bisa kita berikan kepada kepengurusan saat ini. Lebih-lebih setelah Musyda di seluruh Provinsi Sumatera Barat dituntaskan. Ada harapan tersirat karena lebih dari 50 persen hasil musda ini memberikan kepercayaan kepada generasi muda untuk memimpin persyarikatan ini 5 tahun ke depan.
Harapan kita, dengan semangat dan momentum satu abad Muhammadiyah di Sumatera Barat, persyarikatan dapat memberikan kontribusi yang lebih optimal kepada masyarakat di Ranah Minang sebagai wujud dari ayat Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 3,4 dan 10 yang menegaskan bahwa kita merupakan umat terbaik untuk melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, sebagai bentuk (tu”minullah). (***)