PAYAKUMBUH – Hingga pertengahan tahun 2023, perkembangan bidang wakaf di Indonesia dinilai mengalami pertumbuhan luar biasa bagus. Dirilis dari data Sistem Informasi Wakaf (SIW) Kementerian Agama (2022) bahwa tanah wakaf di Indonesia tersebar di 440,5 ribu titik dengan total luas mencapai 57,2 ha. Selain itu, potensi sektor wakaf di Indonesia, khususnya wakaf uang, diperkirakan mencapai 180 triliun rupiah per tahun.
Badan Wakaf Indonesia mencatat perolehan wakaf tunai mencapai 1,4 triliun rupiah per Maret 2022. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan perolehan wakaf tunai yang terkumpul selama 2018-2021 senilai 855 miliar rupiah.
Potensi wakaf yang besar ini harus diimbangi dengan pengelolaan wakaf yang baik agar tidak terjadi salah urus dan ketimpangan antara potensi dan realisasi wakaf. Studi hambatan utama pengembangan wakaf di Indonesia telah banyak dilakukan. Ternyata sungguh sahambuah (sangat banyak) persoalan pengeloaan wakaf di Indonesia.
Diantara hambatan yang berhasil diidentifikasi itu adalah objek wakaf yang tidak tercatat, penyalahgunaan objek wakaf, tenaga kerja yang tidak memadai, sengketa wakaf, integritas dan kualifikasi nazhir (pihak yang menerima harta benda wakaf), objek wakaf yang statis, penggunaan personal dari kompensasi wakaf uang, dan kurangnya gagasan progresif dan inovatif. Jika digali masih banyak lagi diidentifikasi hambatan pengelolaan wakaf di Indonesia.
Tentang objek wakaf yang tidak tercatat bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti badan wakaf yang tidak diketahui oleh banyak orang terutama di daerah atau bisa jadi ada upaya sengaja untuk tidak mendaftarkannya sebagai celah untuk menghindar dari pengendalian oleh badan wakaf. Karenanya harus bank data dari tanah dan objek wakaf lainnya di Indonesia mutlak diperlukan dan dikelola dengan profesional.
Penyalahgunaan objek wakaf juga menjadi persoalan krusial lainnya. Masih banyak objek wakaf yang dikuasai secara ilegal oleh perorangan dan atau organisasi dan kelompok. Tentang tenaga kerja yang tidak memadai juga menjadi masalah karena umumnya pekerja di bidang wakaf bekerja separoh waktu. Sengketa wakaf muncul akibat kepemilikan ilegal atau pengalihan harta wakaf, dan manajemen yang tidak benar. Kasus integritas dan penyalahgunaan wakaf sering muncul pada nazhir. Karenanya, sangat diperlukan sebuah standarisasi kelayakan nazhir.
Objek wakaf yang statis terjadi karena pada umumnya di Indonesia harta wakaf belum termasuk wakaf produktif. Wakaf produktif ini berupa donasi yang didapat dari beberapa orang yang kemudian hasil wakaf atau donasi yang terkumpul akan digunakan untuk menghasilkan untung. Keuntungan ini kemudian akan digunakan untuk membiayakan kebutuhan masyarakat.
Misalnya saja seperti mewakafkan tanah untuk dipakai sebagai lahan pertanian atau mewakafkan toko untuk kegiatan jual beli yang nantinya akan sangat berguna. Juga diperlukan gagasan berkemajuan berupa konsep pemeliharaan dan pengembangan objek wakaf untuk disesuaikan dengan tuntutan zaman yang terus berubah. Semua hambatan itu mesti diatas agar wakfa tidak salah urus.
Selain itu, dukungan dari pemerintah dan profesionalitas nazhir diperlukan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan pengelolaan wakaf. Kementerian Agama telah bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN di lebih dari 400 kabupaten/kota dalam percepatan sertifikasi tanah wakaf. Sebanyak 18.808 sertifikat tanah wakaf telah diterbitkan per November 2022. Sertifikasi tanah wakaf ini wajib dimiliki untuk memperkuat dasar hukum tanah wakaf. Muaranaya adalah untuk pencapaian tujuan tanah wakaf untuk kepentingan ibadah dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
Pengukuran kinerja wakaf perlu dilakukan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran pengelolaan wakaf dan sebagai alat untuk memantau perkembangan wakaf. Di tingkat nasional, alat ukur kinerja wakaf diketahui melalui keberadaan Indeks Wakaf Nasional (IWN) yang diluncurkan pada tahun 2020. Bahkan, implementasi IWN pada 2021 juga telah membantu mengukur bagaimana kinerja wakaf di setiap provinsi di Indonesia sehingga BWI khususnya dapat membandingkan hasil pengukuran regional dari waktu ke waktu dalam menyusun rencana jangka panjang pengelolaan wakaf di Indonesia.
Adanya pengukuran indeks wakaf yang terstandardisasi dan dapat diterima di tingkat negara juga dapat menjadi alat bagi otoritas wakaf untuk mengevaluasi dan memonitor kondisi keseluruhan kegiatan wakaf di suatu negara dan meningkatkan pencatatan aset wakaf serta mencerminkan transparansi dan akuntabilitas pengelola wakaf secara keseluruhan di suatu negara.
Dalam menyusun Indeks Wakaf Nasional, kelengkapan indeks menjadi sangat penting dan harus memenuhi berbagai aspek seperti aspek pengelolaan wakaf, sistem pendukung, dan dampak wakaf bagi masyarakat serta aspek pencapaian agenda pembangunan. Hal ini diperlukan karena indeks kinerja wakaf tingkat negara dapat menjadi tolok ukur bagi untuk kemajuan pengelolaan wakaf dan menjadi media untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang bagaimana wakaf telah berhasil bagi masyarakat dan sejauh mana potensi wakaf telah didayagunakan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang wakaf. (Penulis merupakan Dosen UIN Bukittinggi yang juga Peneliti Head Institute Indonesia)