Menu

Mode Gelap
Sukseskan Muktamar XX, Kader IMM Sumbar Siap Gebrak Palembang Audiensi HW ke UM Sumbar: Sinergi Musywil dan Milad ke-105 Aisyiyah Rekomendasikan Perbaikan Pemilu, Simak di Sini Tim MenaraMu Laporkan Pengembangan Media di Pleno PWM Pilkada Halal dan Bermartabat

Editorial · 22 Feb 2024 21:12 WIB ·

Pilkada Halal dan Bermartabat


 Pilkada Halal dan Bermartabat Perbesar

MenaraMu – Pesta demokrasi Pilpres dan Pileg baru saja selesai, tetapi belum ada hasil yang final. Lembaga pemantau pemilu Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia menyebut, dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2024 “lebih parah” ketimbang pemilu sebelumnya.

Menyusul Pilpres dan Pileg, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 pun akan dimulai. Praktik mahar politik, suap dan serangan fajar atau money politics, diduga masih akan menjadi fenomena yang terjadi seperti pada pilkada sebelumnya. Sebelum berkontestasi untuk masuk bursa calon kepada daerah, mereka mencari rekomendasi partai politik dengan imbalan sejumlah mahar.

Ijtima Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-6 di Kalimantan Selatan 2018 lalu, membahas hukum meminta imbalan kepada seseorang yang akan diusung sebagai kepala daerah, kepala pemerintahan, anggota legislatif, hingga jabatan publik lainnya. Ulama menetapkan fatwa, mahar politik haram hukumnya.

Baca Juga:  Menjadikan Sumbar Demam MenaraMu

Sementara pada hukum positif yang termaktub dalam UU No 1/2015 mengatur bahwa, “Partai politik atau gabungan partai politik, dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan gubernur, bupati, dan walikota”. Demikian pula sebaliknya, “Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada partai politik atau gabungan partai politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan gubernur, bupati, dan wali kota.”

Hukum dasar korupsi di dalam Islam adalah haram. Alqur’an dengan tegas melarang untuk memakan harta dengan jalan yang batil (tidak sesuai prosedur atau  aturan yang syah).

Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui” (al-Baqarah: 188).

Baca Juga:  Tapak Suci, Anak Tiri atau Anak Kandung?

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, korupsi atau suap sebagai risywah. Pemberian yang diberikan seseorang kepada orang lain (pejabat/penguasa), dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah), atau membatilkan perbuatan yang hak. Pemberinya disebut rasyi, sedangkan penerimanya disebut murtasy.

Artikel ini telah dibaca 207 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Menggapai Cita-cita Muhammadiyah di Bidang Informasi Publik

11 Februari 2024 - 14:20 WIB

Merawat Muhammadiyah Kultural

27 Desember 2023 - 22:31 WIB

Jasman Rizal

Putusnya Rantai Kader Aktivis, Tanggungjawab Siapa?

6 November 2023 - 08:30 WIB

Menjadikan Sumbar Demam MenaraMu

30 Oktober 2023 - 09:19 WIB

Membangun Kekuatan Media Informasi Muhammadiyah di Era Society 5.0

22 Oktober 2023 - 08:31 WIB

Tapak Suci, Anak Tiri atau Anak Kandung?

31 Juli 2023 - 14:05 WIB

Trending di Editorial