Oleh Aditia Pratama
Ketua Majelis Pembinaan Kader Sumber Daya Insani
PD Muhammadiyah Kab. Pasaman Barat
ADA dua jenis organisasi yang kita kenal, yakni organisasi kader dan organisasi massa. Organisasi kader menekankan kepada kualitas anggotanya yang berpijak pada ideologi.
Ideologi berarti gagasan dan konsep. Ideologi merupakan cerminan cara berpikir orang atau masyarakat, yang sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu menuju cita-citanya. Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi keyakinan.
Ideologi merupakan suatu pilihan, yang membawa komitmen (keterikatan) untuk mewujudkan cita-cita sebuah organisasi, sebagaimana Muhammadiyah.
Tanpa melakukan dan mengikuti perkaderan, bagaimana kader dan pimpinan bisa mengerti dan mampu menakhodai kapal besar ini. Perkaderan formal bagi kader atau pimpinan Muhammadiyah, akan melahirkan konsep secara teoritis.
Jika seorang pimpinan mempunyai konsep teoretis yang jelas, maka program dan cita-cita Muhammadiyah pada setiap tingkatannya, akan berjalan sesuai ekspektasi. Tapi jika tidak punya konsep yang jelas, langsung praktik, tentu hasilnya akan asal-asalan.
Ibarat dalam permainan sepak bola. Teori tanpa praktik tidak akan ada hasilnya. Sebaliknya, praktik tanpa teori akan berantakan. Seperti itu pulalah dalam menakhodai organisasi Persyarikatan Muhammadiyah ini.
Sebab itu, organisasi kader bertujuan melahirkan para kader unggulan yang setia dan militan. Meski jumlahnya tidak banyak, tapi mereka dimaksudkan untuk dapat memberi warna serta mampu kemudian mempengaruhi lingkungannya.
Sebaliknya, organisasi massa lebih menekankan kepada kuantitas dan simpatisan, dengan tanpa mempertimbangkan dan tanpa memprioritaskan kualitas kader.
Memimpin Persyarikatan Muhammadiyah tidak hanya sekedar memimpin sebuah organisasi biasa atau semacam organisasi lokal. Tetapi memimpin Muhammadiyah sama halnya dengan memimpin sebuah negara jika di tingkat pusat, sama hanya dengan kepala daerah jika di tingkat Wilayah dan daerah, begitu seterusnya.
Muhammadiyah ada organisasi otonomnya, tapi walaupun mereka berdiri sendiri, namun tetap juga titik kumpulnya adalah di Muhammadiyah, ada AUM-nya, dan lembaga lainnya.
Jadi memimpin Muhammadiyah ini sangat kompleks, yang membutuhkan pemimpin yang mempunyai konsep yang komprehensif yang visioner, yang mampu mengimbangi kepemimpinan pemerintah, sesuai dengan tingkatannya. Hanya saja jadi pemimpin di pemerintah, ada anggaran yang jelas untuk melaksanakan kegiatan.
Di Muhammadiyah, dalam bergerak dengan ikhlas beramal lillahi taala, daripada kita dibayar oleh Muhammadiyah malah kita yang menyumbang untuk Muhammadiyah.
Pertanyaannya adalah; apakah Persyarikatan Muhammadiyah jenis organisasi massa atau organisasi kader?
Apabila ia sebagai organisasi massa, tentu cukup daftar/register, isi dan teken surat pernyataan bersedia menjadi anggota, lalu langsung gabung dan aktif. Biasanya organisasi seperti ini sifatnya bertahan secara musiman.
Lalu kenapa Persyarikatan Muhammadiyah masih bertahan kokoh sejak 1912 hingga sekarang?
Muhammadiyah hari ini terus melakukan ekspansi, seperti yang dinyatakan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir, Muhammadiyah kita ekspor ke negara lain, menyampaikan kebaikannya, dakwahnya dan manfaatnya. Bukan hanya di dalam negeri belaka, tetapi sudah melintasi beberapa negara internasional.
Jawabannya secara sederhana adalah karena Muhammadiyah adalah organisasi kader. Pelaksanaan perkaderannya dilakukan bukan hanya sekali saja, akan tetapi dilakukan secara kontinyu, berkelanjutan dan dilakukan berjenjang.
Kenapa demikian? Jika kita tinjau secara histori lahirnya Muhammadiyah, tidak lepas dari spirit dakwah Q.S. Al-Maun :1-7.
Pengkajian ini dulunya oleh Kiyai Muhammad Darwis tidak selesai dengan hanya sekali pertemuan. Malah sempat menimbulkan kebosanan di kalangan para murid generasi awal. Namun, jawaban Kiyai Muhammad Darwis sangat sederhana. Apakah kita sudah mampu mengamalkan apa perintah hakiki dari Q.S Al Maun tersebut?
Nah, hari ini bagaimana kita kini? Ada yang disebut dengan kader inti. Dalam Muhammadiyah, Kader Inti bertindak sebagai kader penggerak organisasi yang menjadi tentu tidak asal jadi.
SERIUS DAN BERJENJANG
Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-33 di Palembang telah memutuskan, salah satu konsep penting perkaderan Muhammadiyah. Dalam putusan tersebut dirumuskan, suatu upaya mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader Muhammadiyah.
Adapun yang mesti di tempuh;
a. Menetapkan minimum pengertian dan amalan agama yang perlu dimiliki oleh tiap-tiap anggota Muhammadiyah
b. Memberi penghargaan kepada setiap keluarga Muhammadiyah dan anak Muhammadiyah, malah umat Islam pada umumnya yang berjasa, yang tua dihormati dan yang muda disayangi.
c. Menuntun anggota menurut bakat dan kecakapannya.
d. Menempatkan pencinta dan pendukung Muhammadiyah berjenjang naik, simpatisan, calon anggota, anggota biasa, anggota teras, dan
e. Mengadakan kursus kemasyarakatan di daerah (SM, edisi 20 108/2023).
Jadi pimpinan di Muhammadiyah tidaklah selesai dengan hanya ingin gagah-gagahan, tapi harus serius. Bukti keseriusan tersebut terlihat pada kemauan setiap pimpinan, secara berjenjang mengikuti perkaderan-perkaderan yang diangkat oleh pimpinan setingkat di atasnya.
Pimpinan harus siap dari segala lini intelektual dan praktisinya. Perkaderan tidak hanya secara formal saja, tapi ada perkaderan informal dan nonformal.
Seorang pimpinan di Muhammadiyah harus mampu menjadi teladan, baik dari sisi retorikanya, dan atitude-nya, maupun nilai dan normanya, terkhusus tentang pemahaman bermuhammadiyah yang kaffah dan hakiki, sehingga masyarakat tidak ragu dengan kemuhammadiyahan seorang warga/pimpinan Muhammadiyah tersebut.
Walaupun anggota Muhammadiyah itu konon kecil secara kuantitas, tapi kenyataannya bisa memberi warna, karena anggota Muhammadiyah lebih mengedepankan kualitas. Jadi Kader Muhammadiyah itu memang Berat, “Ragu dan bimbang lebih baik pulang,” kata Kader Muhammadiyah Jenderal Soedirman.
Ibarat kapal besar, jikalau pimpinan Muhammadiyah berkualitas, maka kapal besar itu tidak akan pernah pecah. Jangan kan pecah, oleng saja pun tidak akan.
Makanya, Muhammadiyah terus menggelorakan perkaderan itu pada setiap level pimpinan, dan setiap pemilihan/pergantian pimpinan (muktamar, musyawarah wilayah, musyawarah daerah, musyawarah cabang dan musyawarah ranting) setiap unsur pimpinan terpilih diwajibkan untuk mengikuti Baitul Arqam/Darul Arqam Pimpinan Muhammadiyah sebagai syarat untuk dikukuhkan.
Tujuannya adalah sangat sederhana, yaitu mengasah kembali ideologi kemuhammadiyahan para pimpinan terpilih tersebut, baik perkara tauhid, ibadah, sosial, sejarah, visi dan misi, maupun hal lain sebagainya.
Jadi, perkaderan di Muhammadiyah bukan hanya sekedar seremonial semata hanya untuk show belaka. Perkaderan di Muhammadiyah adalah hal prinsip dan mendasar, sebagai modal untuk menakhodai Persyarikatan Muhammadiyah lima tahun periode kepemimpinan, yang penuh dengan tantangan dan cobaan.
Harapannya, dengan Baitul Arqam Muhammadiyah khusus pimpinan yang akan dikukuhkan, dalam rangka memberikan penguatan, baik secara mentalitas maupun secara intelektual, agar pimpinan Muhammadiyah itu berilmu amaliah dan beramal ilmiah.
Pada kader melekat dengan kompetensi khusus yaitu, kompetensi relijiusitas, intelektualitas dan akademik, sosial, humanitas, dan kepeloporan, serta kompetensi keorganisasian dan kepemimpinan.***