YOGYAKARTA – Di usia 111 tahun, Muhammadiyah telah tersebar di 35 Provinsi di Indonesia dan memiliki cabang di 30 negara.
Sementara itu, jumlah amal usaha yang dimiliki, antara lain 172 Perguruan Tinggi (terdiri dari 83 Universitas, 53 Sekolah Tinggi, 36 bentuk lainnya), 122 (plus 20 RS dalam proses pembangunan), 231 klinik, 5345 Sekolah/madrasah, 440 pesantren, 1.012 Aumsos (panti asuhan, dll), 20.465 aset wakaf, dan sedikitnya lahan seluas 214.742.677 m2.
Kiprah kemanusiaan di dunia internasional juga telah dilaksanakan di berbagai negara, misalnya Palestina, Filipina, Rohingya-Myanmar, Pakistan, Cox Bazar-Bangladesh, Maroko, Turki, Nepal, Sudan, Libya, Yordania, dan Lebanon.
Menariknya, kiprah Muhammadiyah tersebut merata dilaksanakan oleh organisasi otonomnya (ortom), termasuk oleh gerakan perempuan ‘Aisyiyah yang telah memelopori emansipasi perempuan di Indonesia dengan 20.000 lebih TK/PAUD, dan 3 Universitas.
Semua kiprah tersebut, menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, merupakan bukti keberkahan dan kesuksesan Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan terbesar di dunia, sebagaimana pujian ilmuwan ternama dari Boston University Amerika Serikat, Robert W Heffner.
“Di bawah bayangan saya, Muhammadiyah merupakan kunci karenanya Indonesia menjadi satu-satunya negara yang berhasil menjalankan amal sosial dan amal agamis yang boleh diamati sebagai model untuk seluruh dunia, tidak untuk organisasi muslim saja, tapi juga orang lain di negara-negara lain,” kata Haedar mengutip ucapan Heffner yang disampaikan pada Pengajian Ramadan Muhammadiyah pada 2021 yang lampau.
“Muhammadiyah terus berkiprah sentrifugal menjadi pelopor kemajuan. Di sebagian kawasan terjauh, ketika negara dan ormas lain belum hadir, Muhammadiyah hadir menebar kemaslahatan bagi seluruh warga bangsa tanpa mengenal batas agama, suku, ras, golongan, dan sekat-sekat sosial-politik,” imbuhnya.
Dalam pidato Resepsi Milad 111 Tahun Muhammadiyah di UMY, Sabtu (18/11), Haedar lalu mengajak warga Persyarikatan mensyukuri anugerah 1,1 abad Muhammadiyah dengan merawat gerakan dan melipatgandakan amal saleh.
“Rasa syukur hanya kepada Allah karena atas anugerah-Nya organisasi Islam warisan berharga Kyai Haji Ahmad Dahlan ini terus dijaga ruh gerakannya dalam menjalankan misi utama dakwah dan tajdid menuju terwujudnya Khaira Ummah,” kata Haedar.
“Karenanya menjadi keliru dan tidak adil manakala kehadiran Muhammadiyah hanya diukur dengan parameter jumlah anggota dan lumbung suara politik lima tahunan.
Muhammadiyah mesti ditempatkan sebagai kekuatan strategis bangsa yang keberadaannya mesti ditakar dari kontribusinya yang signifikan dalam usaha membebaskan, memberdayakan, mencerdaskan, menyejahterakan, mencerahkan, serta memajukan kehidupan bangsa,” imbuhnya. (ni/muhammadiyah.or.id)