YOGYAKARTA — Hisab yang dilakukan tenaga ahli dan ulama di Persyarikatan Muhammadiyah menetapkan, 1 Ramadhan 1445 H atau awal puasa Ramadhan tahun ini jatuh pada 11 Maret 2024 M.
Ketetapan itu sudah diumumkan secara resmi oleh Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Sayuti, saat menggelar konferensi pers beberapa hari lalu, di Yogyakarta.
Lalu kemudian, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir menegaskan, Muhammadiyah mengumumkan penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal 1445 H itu, tidak dimaksudkan untuk mendahului pihak manapun. Maklumat ini, sebutnya, merupakan suatu yang lumrah dilakukan oleh Muhammadiyah dan organisasi lain.
Dalam Maklumat Nomor 1/MLM/I.0/E/2024 bertanggal 12 Januari 2024, ditandatangani oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti ditegaskan, 1 Ramadhan 1445 H pada 11 Maret, Idul Fitri 1 Syawal pada 10 April, dan Puasa Arafah 9 Zulhijah pada 16 Juni, serta Idul Adha 10 Zulhijah 1445 H pada 17 Juni 2024.
Sayuti menjelaskan, keputusan penetapan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Hisab Wujudul Hilal Hakiki. Dia menyebut, Maklumat itu agar diikuti oleh warga Muhammadiyah.
Sementara itu, Haedar menjelaskan, Maklumat yang dikeluarkan oleh PP Muhammadiyah ini adalah normal. Terkait dengan lebih dahulu keluar, karena Muhammadiyah dalam menentukannya menggunakan metode Hisab Wujudul Hilal Hakiki.
Jika nanti di depan akan terjadi perbedaan, guru besar Sosiologi ini berpesan supaya tidak menimbulkan polemik. Sebab Maklumat ini tidak mendahulu, juga tidak meninggalkan siapapun.
“Mungkin nanti ada yang beda, seperti juga setiap tahun di kelompok-kelompok kecil juga ada beda di tanah air, maka baik kesamaan maupun perbedaan itu harus sudah menjadikan kaum muslim untuk terbiasa toleran–tasamuh,” pesannya.
Haedar juga mengatakan, sebagaimana dirilis muhammadiyah.or.id, pihaknya berharap Kalender Islam Global segera diterima oleh semua kalangan. Sebab kalender ini mendesak untuk disepakati untuk mengurangi perbedaan-perbedaan karena masalah penentuan waktu.
“Ini adalah utang peradaban Umat Islam. Karena Umat Islam ini kan dengan perintah iqra’, ia harus menjadi umat dan bangsa yang berpikir,” kata Haedar.(kiprahkita.com)